PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Menurut bahasa
(etimologi), Falak artinya orbit atau lintasan benda-benda langit, sehingga
ilmu falak adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan benda-benda langit
khususnya bumi, bulan dan matahari pada orbitnya masing-masing.[1].
Perlu kita ketahui bahwa ribuan tahun yang lalu ternyata Ilmu Falak sudah ada. Ilmu
Falak atau Kosmografi adalah satu bagian dari Ilmu Bumi. Sehingga Ilmu Falak
disebut juga Ilmu Bumi Pasti.[2] Dalam
perkembangannya, manusia selalu memperhatikan kejadian-kejadian yang berada di
sekitarnya. Sebagaimana pandangan manusia terhadap alam (kosmos) yang
selalu berubah-ubah sesuai dengan
pengetahuan disetiap zamannya. Tepatnya pada abad ke- 30 SM, manusia juga telah
mengenal pembagian hari dalam sepekan yang berjumlah 7 hari. Oleh karena itu
tidak mengherankan jika manusia pada zaman purba telah mengenal bahkan
mempelajari bintang-bintang dan planet-planet di persada alam ini.
Seiring dengan perkembangan zaman, maka muncul lah
teori-teori tentang pusat benda-benda langit di jagad raya ini. Teori-teori
tersebut diantaranya adalah Egocentris, Geocentris dan Heliocentris. Akan
tetapi dalam makalah ini hanya akan menjelaskan tentang Perkembangan Ilmu Falak
pada zaman primitif yang condong ke Egocentris.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
sejarah awal perkembangan Ilmu Falak ?
2.
Apa
pandangan manusia primitif tentang alam semesta ?
3.
Bagaimanakah paham dan pandangan tentang teori
Egocentris ?
PEMBAHASAN
A.
Pandangan Manusia tentang
alam semesta
Pada ribuan
tahun lalu, ketika manusia melihat ke angkasa, mereka masih mempercayai apa
yang mereka lihat sebagai suatu pertanda dari sang Dewa. Kedip cahaya
diterjemahkan sebagai kabar akan datangnya sebuah takdir, kabar akan
keberuntungan ataupun nasib sial. Hadirnya komet, gerhana matahari dan bulan
dimaknai sebagai tafsiran akan datangnya suatu kejadian atau peristiwa.
Orang mesir kuno
menggunakan bintang sebagai sirius di belahan langit timur sebagai tanda akan
datangnya banjir di sungai Nil. Masyarakat nusantara menggunakan rasi waluku
(Orion) yang membentuk rangkaian bajak sawah tradisional sebagai pedoman untuk
bercocok tanam, sedangkan Crux (Southen Cross) yang dikenal sebagai gubuk
penceng digunakan oleh masyarakat sebagai navigasi dalam pelayaran.[3]
B.
Sejarah Awal Perkembangan Ilmu Falak
Sudah dimulai
sejak abad 28 SM, Ilmu Falak telah menjadi Ilmu pengetahuan dan menjadi buah
penyelidikan dan perhatian suatu bangsa, seperti di kerajaan Mesir, Mesopotamy,
Babylon dan Tiongkok. Akan tetapi pengetahuan falak pada waktu itu masih
merupakan suatu ilmu yang digunakan sebagai alat menghasilkan hitungan waktu untuk
menyembah berhala (Tuhan mereka). Pembagian Minggu atas 7 hari sudah dilakukan
sejak 5000 tahun, kemudian hari-hari yang tujuh itu diberi dengan nama-nama
benda langit yaitu: Matahari untuk hari Ahad, Bulan untuk hari Senin, Bintang
Mars untuk hari Selasa, Mercurius (‘Utharid) untuk hari Rabu, Jupiter
(Musjtari) untuk hari Kamis, Venus (Zuharoh) untuk hari Jum’at dan Saturnus
(Zuhal) untuk hari Sabtu.
Kemudian pada abad
ke 12 SM, Ilmu Falak di negeri Tiongkok telah mendapat kemajuan sehingga telah
dapat menghitungkan Gerhana dan Jalan peredaran bintang-bintang.
Di negeri Yunani
pun, Ilmu Falak mendapat kedudukan sangat penting bahkan semakin diperluas
terutama pada waktu negeri Yunani menginjak zaman keemasannya, zaman
berkembangnya segala Ilmu pengetahuan, yaitu kira-kira pada abad ke-4 SM.[4]
Pada tahun 773 M,
seorang pengembara India menyerahkan sebuah buku data astronomi berjudul “Sindhind”
atau “Sidhanta” kepada kerajaan Islam di Baghdad. Oleh khalifah Abu
Ja’far al Mansur (719-775 M), diperintahkan agar buku itu diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab. Perintah ini dilakukan oleh Muhammad ibn Ibrahim al-Fazari
(w.796 M). Atas usahanya inilah al-Fazari dikenal sebagai ahli ilmu falak yang
pertama di dunia islam.
Setelah al-Fazari,
pada abad 8 muncul Abu Ja’far Muhammad bin Musa al-Khawarizmi (780-847 M),
sebagai ketua observatorium al-Makmun. Dengan mempelajari karya al-Fazari (terjemahan
Sindhind), al-Khawarizmi berhasil sebagai orang pertama yang mengolah
sistem penomoran India menjadi dasar operasional ilmu hitung. Dengan penemuan
angka 0 (nol) India, maka terciptalah sitem pecahan desimal sebagai kunci
terpenting dalam pengembangan ilmu pasti. Dia pulalah penyusun pertama tabel
trigonometri Daftar Logaritma seperti yang ada sekarang ini.
Disamping itu,
Al-Khawarizmi menemukan bahwa zodiac atau ekliptika itu miring sebesar 23.5
derajat terhadap equator, serta memperbaiki data astronomis yang ada pada buku
terjemahan “Sindhind”.[5]
C.
Paham Egocentris dan
Pandangannya
Teori
Egocentris berasal dari kata “ego” berarti saya dan “center”
berarti pusat.[6] Jadi,
teori egocentris adalah teori yang beranggapan bahwa manusia (saya) sebagai
pusat dari segala yang ada di jagad raya ini. Teori ini lahir berdasarkan
pengalaman manusia. Jika kita berdiri disuatu dataran yang luas, maka tampaklah
kita, bahwa tempat kita berdiri ialah pusat dari suatu bidang lingkaran yang
terbatas luasnya. Diatas kita nampaklah suatu bidang lengkung, yakni bidang
lengkung bola langit. Jadi kita seakan-akan berdiri disuatu titik dalam sebuah
“bola besar” dan tempat kita berdiri merupakan pusat bola itu. Yang kita lihat
dari pada bola langit itu hanya separuh saja.
Bangsa-bangsa yang
telah mempelajari dan memperhatikan benda-benda langit itu dizaman purbakala
(dan bangsa-bangsa yang primitif), menyangka bahwa orang yang meninjau kelangit
sendirilah yang merupakan pusat dari segala-galanya. Memang jika kita berdiri
disatu lapangan yang luas, seakan-akan sama jauhnya segala titik dari batas
pemandangan (cakrawala atau kaki kita), dilihat dari tempat kita berdiri. Jadi
kita sendirilah (sebenarnya mata kita) pusat bola langit.[7]
Dan kalau jagad
alam raya ini dianggap suatu lingkaran yang besar, maka dalam lingkaran itu
akan didapati titik pusat lingkaran yang sangat banyak. Padahal sudah jelas,
bahwa dalam satu lingkaran hanyalah memiliki satu titik pusat saja, tidak
mungkin lebih. Oleh karena itu, setelah manusia lebih jauh menyelidiki secara
Ilmu pengetahuan tentang alam raya ini, akhirnya anggapan atau teori egocentris
tidak lagi dapat dipertahankan. Maka muncul lah pada abad ke-II sesudah Masehi,
suatu teori kedua yang disebut teori Geocentris.[8]
DAFTAR PUSTAKA
Hambali,
Slamet, 2012, Pengantar Ilmu Falak,
Banyuwangi:Bismillah Publisher.
Khazin,
Muhyiddin, 2004, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta:Buana
Pustaka.
Muhamad
Wardan, K.R., 1957, Kitab Ilmu Falak dan Hisab, Jogjakarta:Koleksi Jogja Astro Club (JAC).
Toruan,
M.S.L., 1957, Pokok-pokok Ilmu Falak, Semarang:Banteng Timur.
Dikutip
dari makalah mahasiswa Konsentrasi Ilmu Falak angkatan 2011.
http://falakiyah.wordpress.com/2009/09/04/theori-egocentris-geocentris-heliocentris-dan-kepler/#more116 September 4, 2008.
[1] Muhyiddin
Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta:Buana Pustaka,
2004, hal. 1.
[2]M.
S. L. Toruan, Pokok-pokok Ilmu Falak, Semarang:Banteng Timur, 1957, hal.
5.
[3]Dikutip
dari makalah mahasiswa Konsentrasi Ilmu Falak angkatan 2011.
[4]K.R.
Muhammad Wardan, Kitab Ilmu Falak dan Hisab, Jogjakarta:penerbit Koleksi
Jogja Astro Club (JAC), 1957, hal 5.
[5] Muhyiddin
Khazin, op. Cit. h. 23.
[6]Slamet
Hambali, Pengantar Ilmu Falak, Banyuwangi:Bismillah Publisher, 2012,
hal. 179.
[8]Diakses
dari http://falakiyah.wordpress.com/2009/09/04/theori-egocentris-geocentris-heliocentris-dan-kepler/#more116 September 4, 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar